
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Apakah kamu merasa panik setiap kali membayangkan pernikahan atau komitmen jangka panjang? Bisa jadi, ini bukan sekadar keraguan biasa, melainkan gamophobia, atau ketakutan irasional terhadap pernikahan dan komitmen.
Gamophobia merupakan ketakutan mendalam terhadap pernikahan atau komitmen yang sering kali dipicu oleh pengalaman emosional di masa lalu, seperti trauma akibat perceraian, pengkhianatan, atau rasa kehilangan yang dirasakan saat kanak-kanak atau dewasa.
Mereka yang mengalami gamophobia cenderung kesulitan mempertahankan hubungan, sering diliputi kecemasan akan perpisahan, dan terkadang memilih mengakhiri hubungan secara mendadak.
Baca Juga
-
Trophy Wife, Simbol Status atau Stereotip Merendahkan?
-
Apa Itu YONO yang Diprediksi Gantikan Gaya Hidup YOLO di Tahun 2025?
-
Jam Koma, Virus Produktivitas yang Diam-diam Mengintai
-
Jebakan Crab Mentality: Ketika Kita Mati-Matian Mencegah Orang Lain Menggapai Sukses
-
Mati Rasa atau Meledak-Ledak: Bagaimana Cara Kamu Mengelola Stres?
-
Bukan Soal Introvert atau Ekstrovert, Begini Strategi Mencari Teman Menurut Sains
Penyebab Gamophobia
Menurut Mark Travers Ph.D, psikolog Amerika dari Cornell University and the University of Colorado Boulder, menyebutkan tiga alasan seseorang dapat mengalami Gamophobia.
"Gamophobia sering kali muncul sebagai mekanisme perlindungan diri dari rasa sakit atau kesedihan, yang biasanya berakar pada pengalaman traumatis di masa lalu,” ungkap Mark dilansir dari Psychology Today, ditulis Dewiku Selasa (14/1/2025).
Pengalaman hubungan yang abusif atau penuh penderitaan sering kali mengembangkan ketakutan mendalam terhadap komitmen sebagai bentuk perlindungan diri untuk menghindari rasa sakit emosional.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa trauma akibat pengkhianatan dapat meningkatkan gejala gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Dalam hal ini, Gamophobia berfungsi sebagai mekanisme pertahanan, yang melindungi individu dari kemungkinan rasa sakit dan kerentanannya.
"Gamophobia sering kali berakar pada masalah psikologis yang lebih dalam, seperti gangguan keterikatan, harga diri rendah, dan ketakutan akan kedekatan emosional” tambahnya.
Seperti halnya fobia lainnya, gamophobia ini dapat menyebabkan gejala fisik yang signifikan.
Beberapa gejala yang umum muncul antara lain keringat berlebih, gemetar, pusing, pernapasan cepat, nyeri dada, dan peningkatan detak jantung.
Reaksi tubuh ini adalah bagian dari respons alami tubuh terhadap rasa takut dan kecemasan yang timbul.
"Ketakutan memang bisa diam-diam merusak hubungan, tapi bukan ketakutan yang menentukan jalan hubunganmu. Yang terpenting adalah keberanian untuk menghadapinya. Ciptakan ruang yang aman dalam hubunganmu, dan ubah hambatan menjadi peluang untuk membangun hubungan yang kuat, meskipun harus melawan rasa takut." ujar Mark
Cara Mengatasi Gamophobia
Setelah memahami penyebab dan gejala gamophobia, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk megatasinya.
Luangkan Waktu untuk Mengenal Diri Sendiri
Banyak kecemasan muncul karena kita sulit memahami diri kita sendiri. Cobalah untuk meluangkan waktu untuk merenung tentang ketakutanmu terhadap komitmen. Tanyakan pada dirimu, seberapa sering kamu mengakhiri hubungan? Atau apakah kamu merasa terjebak dalam hubungan yang sebenarnya tidak ingin kamu pertahankan?
Pikirkan Tentang Kebutuhanmu
Coba refleksikan apakah ketakutanmu justru menghambat kehidupanmu. Apa yang sebenarnya kamu harapkan dalam hubungan? Apa yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi ketakutan dan membangun komitmen yang sehat dengan pasangan?
Menulis Jurnal
Salah satu cara untuk memahami kecemasan dan ketakutanmu adalah dengan menulis di jurnal. Tuliskan pemikiran, perasaan, dan kecemasanmu tentang pernikahan dan komitmen. Ini bisa membantu kamu menyadari akar dari ketakutan tersebut.
Teknik Relaksasi
Latihan pernapasan, relaksasi progresif, dan visualisasi dapat membantu mengurangi kecemasan dan ketakutan. Teknik-teknik ini juga dapat membantu mengelola stres dan menenangkan pikiran. Kamu bisa mencoba aplikasi meditasi di ponselmu untuk menemukan cara relaksasi yang sesuai.
Jangan Terlalu Memikirkan Penilaian Orang Lain
Seringkali, orang dengan kecemasan berlebihan merasa bahwa orang lain menghakimi mereka secara negatif. Padahal, komentar negatif orang lain sering kali dipengaruhi oleh pengalaman pribadi mereka. Cobalah untuk berpikir lebih positif dan tidak terpengaruh oleh opini orang lain.
Penulis: Humaira Ratu Nugraha
Terkini
- Vulnerable atau Oversharing? Menakar Batas Cerita Perempuan di Dunia Maya
- Merayakan Cinta Lewat Lagu, KOSTCON 2025 Hadirkan Konser OST K-Drama Pertama dan Terbesar
- Solusi Rambut Sehat dan Berkilau dengan Naturica, Wajib Coba!
- Kamu Terlalu Mandiri: Ketika Kemandirian Perempuan Masih Dianggap Ancaman
- Support System Seumur Hidup: Bagaimana Kakak Adik Perempuan Saling Menguatkan?
- Women News Network: Menguatkan Suara Perempuan dari Aceh hingga NTT
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif