Kamis, 13 Februari 2025
Risna Halidi : Rabu, 15 Januari 2025 | 12:17 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Dewiku.com - Pernahkah kamu merasa sulit berkata 'tidak' meski hati kecil kamu rasanya ingin menolak? Atau mungkin, kamu terus mengutamakan kebutuhan orang lain hingga lupa dengan kebutuhan diri sendiri

Jika ya, kamu mungkin sedang terjebak dalam 'people pleaser syndrome', sebuah pola yang tampak mulia, namun perlahan dapat menguras energi, kebahagiaan, dan jati diri seseorang.

Ilustrasi perempuan pura-pura bahagia dengan senyuman palsu. (Freepik/rawpixel.com)

Dilansir dari Psychology Today, istilah ini menggambarkan perilaku yang terlalu fokus pada kepuasan orang lain. Mereka merasa bahagia pada penerimaan, pujian, atau persetujuan orang di sekitar mereka.

Kutipan dari Harriet B. Braiker dalam bukunya yang berjudul  The disease to please: Curing the people-pleasing syndrome, "Niceness is the psychological armor of the people-pleaser," dapat menggambarkan bagaimana sifat ramah dan baik hati sering digunakan sebagai "perisai" oleh seorang people pleaser.

Di balik senyum manis dan upaya untuk selalu menyenangkan orang lain, tersimpan rasa takut akan penolakan, konflik, atau ketidakpuasan dari orang sekitar.

Kebaikan mereka mungkin terlihat tulus, tetapi hal ini sering kali berakar dari kebutuhan untuk melindungi diri secara emosional.

Karena dengan menjadi baik, mereka merasa lebih aman dari kritik atau penghakiman, meskipun harus mengorbankan diri sendiri.

Namun, seperti halnya perisai yang terus-menerus digunakan tanpa henti, sifat baik ini dapat menjadi beban yang berat bagi seorang people pleaser.

Kebaikan yang terus-menerus mereka tunjukkan sering kali mengorbankan kebutuhan mereka sendiri seperti waktu, energi, bahkan kesehatan mental. 

Akibatnya, seorang people pleaser bisa merasa dimanfaatkan atau tidak dihargai. Hal ini dapat menimbulkan perasaan frustrasi, kelelahan emosional, bahkan kehilangan rasa percaya diri.

"Faktornya ada banyak, mulai dari trauma sampai orang tua yang menuntut anaknya untuk menjadi pribadi yang membanggakan,"  jelas Ni Made Putri Ariyanti dilansir Dewiku dari Suara.com, Rabu (15/1/20245).

People Pleaser Syndrome biasanya bukan muncul begitu saja, melainkan merupakan hasil dari pengalaman masa kecil yang membentuk cara seseorang melihat diri sendiri dan dunia. 

Misalnya, dalam lingkungan yang perfeksionis, anak-anak yang dibesarkan dengan tuntutan untuk selalu sempurna sering kali merasa bahwa cinta dan penerimaan hanya bisa diperoleh melalui pencapaian atau sikap baik mereka. 

Selain itu, pengalaman penolakan atau diabaikan juga bisa menanamkan keyakinan bahwa satu-satunya cara untuk diterima adalah dengan memenuhi kebutuhan orang lain terlebih dahulu.

Dalam beberapa budaya yang menekankan harmoni sosial, orang juga diajarkan untuk selalu mendahulukan orang lain dan menghindari konflik. 

Semua faktor ini menciptakan pola pikir bahwa menjadi baik adalah satu-satunya cara untuk merasa aman, diterima, dan berharga.

Cara Melepaskan Diri dari People Pleaser Syndrome
Melepaskan diri dari kebiasaan menyenangkan orang lain memang tidak mudah, namun hal ini sangat mungkin dilakukan.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat membantu kamu untuk keluar dari pola tersebut:

Latih Dirimu untuk Mengatakan "Tidak!"

Belajar untuk berkata "Tidak" tanpa merasa perlu menjelaskan alasan panjang lebar. Tanggapan yang tegas namun sopan sudah cukup untuk menetapkan batasan. Jangan takut untuk mengatakan "Tidak" ketika itu memang yang terbaik.

Hentikan Kebiasaan Memberi Saran atau Melakukan Sesuatu Tanpa Diminta

Bagi banyak people pleaser, memberikan saran atau melakukan sesuatu untuk orang lain sering kali menjadi kebiasaan. Cobalah untuk menahan diri, dan jika seseorang berbicara tentang masalahnya, lebih baik memvalidasi perasaan mereka daripada langsung memberi solusi, kecuali jika mereka meminta bantuan.

Cari Dukungan Diri Sendiri

Alih-alih menunggu pujian atau validasi dari orang lain, latih diri untuk mengapresiasi kualitas positif dalam dirimu. Luangkan waktu untuk merefleksikan hari kamu dan berikan ungkapan positif yang membangun untuk dirimu sendiri. 

Berhenti Terlalu Sering Mengucapkan "Maaf"

Usahakan untuk mengurangi kebiasaan meminta maaf, terutama dalam situasi yang sebenarnya tidak memerlukannya.

Meskipun kamu berniat baik, kata "Maaf" yang berlebihan justru bisa menunjukkan ketidakpercayaan diri. Gantilah dengan ucapan terima kasih jika perlu, atau cukup diam jika tidak ada yang perlu dimaafkan.

Lakukan Sesuatu untuk Diri Sendiri

Cobalah untuk melakukan hal-hal yang membuatmu bahagia. Utamakan dirimu sendiri, beri waktu untuk melakukan aktivitas yang kamu nikmati, dan perlakukan dirimu dengan cara yang pantas kamu dapatkan.

Keluar dari pola people pleaser tidak berarti kamu berhenti menjadi orang yang baik. Kebaikan kamu tetap berharga, tetapi penting untuk memastikan bahwa kebaikan yang kamu tunjukan tidak mengorbankan kebahagian kamu sendiri.

Penulis: Humaira Ratu Nugraha

BACA SELANJUTNYA

Trophy Wife, Simbol Status atau Stereotip Merendahkan?