Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Stunting masih menjadi tantangan kesehatan yang dihadapi anak Indonesia. Menurut Laporan Survei Kesehatan Indonesia 2023, 21,6% atau sekitar 1 dari 5 anak di Indonesia masih mengalami stunting. Padahal, stunting bisa menjadi salah satu permasalahan yang dapat menghambat tumbuh kembang dan potensi optimal anak-anak sebagai penerus generasi bangsa Indonesia, sehingga dapat menghambat terwujudnya generasi emas 2045.
Permasalahan stunting tidaklah berdiri sendiri, dan bukan hanya terkait dengan masalah ekonomi. Baik anak dari keluarga yang mampu maupun tidak mampu secara ekonomi dapat beresiko mengalami stunting. Sebab, lingkungan terdekat anak merupakan faktor yang turut memberi pengaruh besar pada persoalan stunting di Indonesia.
Mengutip dari laman stunting.go.id, disebutkan bahwa faktor risiko/penyebab stunting adalah multidimensi, sehingga stunting akibat masalah gizi kronis tidak hanya terkait dengan masalah ekonomi. Sebagai contoh: pola asuh yang kurang optimal, kondisi lingkungan yang kurang bersih atau mengalami polusi, hingga akses ke informasi gizi kesehatan yang tepat, dapat menjadi faktor risiko stunting yang tidak selalu dikarenakan masalah ekonomi keluarga.
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang berdampak signifikan pada pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak, sehingga bisa mempengaruhi kemampuan mental dan belajar anak di sekolah.
Baca Juga
-
4 Fakta Menarik Budaya Kencan di Asia: Perempuan Indonesia Lebih Materialistis?
-
Gestur Kontroversial Elon Musk dalam Pidato Trump: Tanda Salam Nazi yang Memicu Perdebatan
-
No Buy Challenge, 5 Tips yang Bikin Kamu Lebih Hemat di Tahun 2025
-
LBH APIK Jakarta Desak Pembukaan Kembali Penyelidikan Kasus Kekerasan Seksual di Kedutaan Besar
-
Politik, Agama, dan Pendidikan: Di Balik Kebijakan Libur Sekolah Selama Bulan Ramadan yang Batal Diterapkan
-
Vonis Bebas Septia jadi Bukti Waktunya Hentikan Kriminalisasi Pekerja!
Dr. Novitria Dwinanda, SpA(K) mengatakan, “Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan stunting, antara lain rendahnya pemahaman orang tua tentang stunting sehingga kurang memperhatikan status gizi ibu selama kehamilan dan praktik pemberian makan pendamping (MPASI) yang tidak tepat, serta masih rendahnya pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin karena terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan, sehingga risiko stunting tidak bisa ditangani sejak dini."
Selain itu, kebanyakan orang tua di Indonesia masih sulit menerima kenyataan atau malu jika anaknya terdiagnosa stunting dan cenderung menyangkal diagnosis dan mencari penjelasan lain. Oleh karena itu, intervensi keluarga dan lingkungan terdekat anak, serta dibarengi dengan pemahaman tentang stunting juga sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting.
“Skrining efektif mencakup pengukuran tinggi, berat badan, dan penilaian status gizi untuk memastikan anak tumbuh sesuai standar. Sehingga, deteksi dini memungkinkan penanganan tepat, mengurangi risiko komplikasi, dan memastikan anak mendapatkan perawatan optimal. Sedangkan rujukan terapi stunting memastikan anak menerima intervensi yang tepat, seperti suplementasi gizi, perubahan pola makan, dan pemantauan intensif. Melalui rujukan yang tepat, anak dapat mengakses sumber daya yang diperlukan untuk memperbaiki status gizi dan mencegah dampak jangka panjang stunting," tambah dr. Novitria Dwinanda, SpA(K).
Oleh karena itu, keterlibatan berbagai pihak dalam proses ini, mulai dari tenaga kesehatan hingga keluarga, akan sangat berkontribusi pada upaya mewujudkan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS).
Mendukung tumbuh kembang optimal anak-anak Indonesia, khususnya dalam upaya mengatasi masalah stunting, Sarihusada memiliki gerakan bernama ‘Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS)’ yang dikembangkan bersama Alodokter sejak tahun 2023 dan telah menjangkau lebih dari 8.000 penerima manfaat dengan melakukan skrining status gizi anak di 50 titik lokasi di Indonesia.
Dan pada 2025 ini, kolaborasi bersama Alodokter masih terjalin dengan meluncurkan kampanye aksi “3 Langkah MAJU (3LM)” yang masih menjadi bagian dari Gerakan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS).
Sebagai keberlanjutan dari Gerakan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS) yang telah diinisiasi sejak 2023, kampanye aksi “3 Langkah MAJU (3LM)” ini dilakukan untuk memperluas jangkauan skrining status gizi anak dengan target 1 juta anak di tahun 2025 yang akan digelar di seluruh wilayah di Indonesia.
Menurut Angelia Susanto, Healthcare Nutrition Marketing & Strategy Director, Danone SN Indonesia, deteksi sejak dini risiko stunting melalui aksi “3 Langkah MAJU (3LM)” dilakukan dengan Mengukur tinggi dan berat secara teratur, Ajak konsultasi ke dokter, dan Upayakan beri nutrisi teruji klinis.
Pada akhirnya, stunting adalah masalah kompleks yang tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi. Semua orang tua, terlepas dari status sosial ekonominya, kita perlu memperhatikan gizi dan tumbuh kembang anak sejak dini. Dengan upaya bersama, kita dapat mencegah stunting dan memberikan masa depan yang cerah bagi generasi penerus.
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri