Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - "Suatu malam, Rina baru saja tiba di rumah setelah lembur di kantor. Ia melihat anaknya sudah tertidur tanpa sempat mengucapkan selamat malam. Hatinya langsung mencelos. Lagi-lagi, ia merasa gagal sebagai ibu."
Ada banyak ibu bekerja lain di luar sana yang pasti punya pengalaman sama seperti Rina. Diam-diam merasa bersalah, dan bertanya-tanya sendiri dalam hati: "Apakah aku terlalu egois mengejar karier?"
Perasaan bersalah seperti yang dialami para ibu bekerja seperti Rina dikenal sebagai mom guilt. Perasaan ini memberi tekanan kepada para ibu bekeja untuk menjadi "ibu sempurna" yang selalu hadir bagi anak-anak mereka, yang sering kali berbenturan dengan tuntutan profesional.
Dilansir dari Psychology Today, mom guilt muncul dari ekspektasi sosial yang tinggi terhadap peran ibu, di mana pengorbanan diri dianggap sebagai standar utama.
Baca Juga
-
Film 1 Kakak 7 Ponakan: Realita Peran Ganda dalam Keluarga
-
Misteri Tawar-Menawar: Mengapa Perempuan Selalu Lebih Jago?
-
100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran: Hak Perempuan Masih Jadi Agenda Pinggiran?
-
Kecantikan dan Kesehatan Mental: Hubungan yang Tak Terpisahkan dalam Kehidupan Sehari-Hari
-
Ageisme: Diskriminasi Tersembunyi yang Membatasi Potensi Generasi
-
Komunikasi Keuangan, Kunci Hubungan Harmonis dengan Pasangan
“Ketika ibu merasa mereka tidak cukup baik atau tidak memenuhi standar yang dibuat masyarakat, rasa bersalah itu muncul,” kata Dr. Carla Naumburg, psikoterapis dan penulis buku You Are Not a Sh*tty Parent dalam wawancara dengan Psychology Today.
Namun, apakah perasaan ini benar-benar mencerminkan kegagalan sebagai ibu? Ataukah hanya tekanan sosial yang membuat perempuan merasa tidak cukup baik?
Sejak kecil, banyak perempuan diajarkan bahwa nilai diri mereka erat kaitannya dengan kemampuan mereka merawat dan memenuhi kebutuhan orang lain. Ketika menjadi ibu, tekanan ini semakin besar karena pengorbanan diri demi anak sering kali dijadikan tolok ukur utama.
“Mom guilt terjadi karena banyak ibu merasa mereka harus melakukan semuanya dengan sempurna, padahal itu tidak realistis,” kata Carla.
Mom guilt sering muncul dalam berbagai bentuk, seperti merasa tidak cukup menghabiskan waktu dengan anak, tidak cukup sabar, atau tidak mampu memberikan kehidupan yang ideal bagi mereka. Daftar alasan yang membuat ibu merasa bersalah tampaknya tak berujung.
Dampak Psikologis dan Cara Mengatasinya
Tekanan yang ditimbulkan dari perasaan bersalah ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental ibu, menyebabkan stres berkepanjangan, kecemasan, hingga depresi. Oleh karena itu, para ahli menyarankan beberapa langkah untuk mengatasi mom guilt:
1. Sadari Suara Batin yang Mengkritik Diri Sendiri
Mengakui adanya pola pikir yang penuh kritik terhadap diri sendiri adalah langkah pertama untuk mengatasinya.
"Kita perlu menyadari kapan kita mulai menghakimi diri sendiri dan mencoba menghentikan pola pikir negatif tersebut," ujar Clara.
2. Prioritaskan Kesejahteraan Diri
Banyak ibu merasa bersalah ketika mengambil waktu untuk diri sendiri. Padahal, merawat kesehatan fisik dan mental adalah bagian penting dari menjadi ibu yang baik.
3. Hentikan Kritik Diri yang Berlebihan
Ketika perasaan bersalah muncul, ibu disarankan untuk mengalihkan fokus pada hal-hal yang telah mereka lakukan dengan baik. Menurut Naumburg, ibu yang merasa bahagia akan lebih mampu membesarkan anak-anak yang bahagia pula.
"Ibu yang bahagia lebih mampu membesarkan anak-anak yang bahagia," tambahnya
4. Latih Belas Kasih terhadap Diri Sendiri
Clara juga mengungkapkan bahwa setiap ibu pasti pernah merasa gagal. Namun, yang lebih penting adalah terus berusaha dan memahami bahwa anak-anak memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi.
5. Dukungan Sosial dan Perubahan Mindset
Selain perubahan pola pikir, sistem dukungan dari pasangan, keluarga, atau komunitas sesama ibu juga berperan besar dalam membantu mengatasi mom guilt. Clara menilai bahwa ibu yang mendapatkan dukungan cenderung lebih mampu menghadapi tantangan dan mengurangi tekanan yang tidak perlu.
“Ketika ibu merasa didukung, mereka lebih mampu menghadapi tantangan dan mengurangi tekanan yang tidak perlu,” ujarnya
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya keseimbangan antara peran sebagai ibu dan individu, hal ini diharapkan perempuan dapat terbebas dari tekanan sosial yang tidak realistis.
Menjadi ibu yang baik bukan berarti harus sempurna, tetapi cukup hadir dan mencintai anak-anak dengan cara terbaik yang bisa dilakukan. Dan mengenai perasaan bersalah yang kerap dirasakan, ingatlah bahwa itu hanyalah bagian dari perjalanan menjadi seorang ibu.
(Humaira Ratu)
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri