
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Girl boss adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan perempuan karier yang sukses, mandiri, dan inspiratif. Dari luar, mereka tampil glamor, penuh percaya diri, dan seolah-olah memiliki segalanya. Namun, benarkah kehidupan perempuan karier selalu seindah yang terlihat?
Di media sosial, sosok girl boss sering kali menampilkan perempuan sukses dalam balutan blazer mahal, dengan kopi di tangan, dan rutinitas produktif yang terlihat sempurna.
Namun faktanya, di balik kilauan seorang girl boss, ada tekanan untuk selalu tampil sempurna, baik dalam karier maupun kehidupan pribadi. Mereka dituntut untuk sukses di tempat kerja, menjadi ibu yang baik, istri yang pengertian, dan tetap menjaga penampilan.
Tekanan yang Tak Disadari
Baca Juga
-
Self Development Kian Diminati, Jalan Ninja Menjadi Versi Terbaik Diri Sendiri
-
Afirmasi Positif: Kunci Percaya Diri Menjalani Peran Sebagai Ibu Muda
-
Antara Tradisi dan Kontroversi, Ada Konsekuensi Kesehatan di Balik Praktik Sunat Perempuan
-
Overachieving Daughter Syndrome: Susahnya Jadi Anak Perempuan Idaman
-
Perjuangan Kesetaraan Gender: Masih Banyak Tantangan di Indonesia!
-
Nyaman dengan Diri Sendiri Berawal dari Perawatan Tepat Area Kewanitan
Dilansir The Guardian, banyak perempuan merasa tren Girl Boss justru menambah tekanan untuk bekerja tanpa batas, tanpa boleh mengeluh.
Bukan untuk memberdayakan, tren ini malah membuat perempuan merasa gagal jika mereka tidak bisa memiliki karier sukses, kehidupan sosial yang aktif, dan keseimbangan yang sempurna.
Dr. Emily Carter, sosiolog dari University of Cambridge, menyebut tren ini sebagai jebakan yang berbahaya.
“Alih-alih memberdayakan perempuan, tren ini justru menciptakan standar kesuksesan yang tidak manusiawi. Banyak yang akhirnya mengalami burnout karena merasa harus terus membuktikan diri,” ujarnya.
Sebuah survei dari Harvard Business Review menemukan bahwa 60% perempuan profesional mengalami stres berat akibat ekspektasi yang terlalu tinggi.
Amanda Lopez, psikolog kerja dari Stanford University, menyoroti dampaknya ketika perempuan bekerja ekstra agar diakui, yaitu mereka akan merasa bersalah.
“Banyak perempuan yang merasa harus bekerja ekstra hanya untuk diakui. Mereka merasa bersalah jika mengambil cuti, takut dianggap tidak cukup berdedikasi,” ungkapnya.
Dikutip The New York Times, Sarah Thompson, seorang eksekutif muda yang dulu mengejar ambisinya sebagai Girl Boss, akhirnya mengalami kelelahan mental.
“Dulu saya berpikir harus jadi CEO sebelum 35. Tapi setelah mengalami kelelahan mental, saya menyadari bahwa kebahagiaan lebih penting daripada gelar atau jabatan,” ungkapnya.
Melihat Sukses dari Sudut Pandang Lain
Kesuksesan tidak harus berarti bekerja 24/7 atau mengejar jabatan tinggi. Kini, semakin banyak perempuan yang memilih untuk menyeimbangkan karier dengan kehidupan pribadi mereka.
Sebagai alternatif, ikuti gaya hidup yang menekankan kesejahteraan mental, kebahagiaan, dan keseimbangan, tanpa harus terus-menerus mengejar pencapaian material.
Dr. Lopez menekankan bahwa kesetaraan sejati bukan hanya tentang memiliki kesempatan yang sama di dunia kerja, tetapi juga kebebasan untuk memilih tanpa tekanan sosial.
“Apakah itu menjadi CEO, freelancer, atau ibu rumah tangga, semua pilihan valid dan seharusnya dihargai,” tegasnya.
Tren Girl Boss memang menginspirasi banyak perempuan untuk mengejar impian mereka. Tapi, jika impian itu berubah menjadi tekanan yang merugikan, mungkin sudah waktunya untuk meninjau kembali apa arti kesuksesan bagi diri kita sendiri.
Karena pada akhirnya, kesuksesan bukan tentang seberapa keras kita bekerja, tapi tentang seberapa bahagia kita menjalani hidup.
(Mauri Pertiwi)
Terkini
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif
- Koper Ringan, Gaya Baru Menjelajah Dunia Tanpa Beban
- Body Positivity vs Body Neutrality: Mana Jalan Terbaik Menerima Tubuh Apa Adanya?
- Wujud Kesetaraan di Dunia Transportasi, Kartini Masa Kini di Balik Kemudi
- Musikal untuk Perempuan: Merayakan Persahabatan Lewat Lagu Kunto Aji dan Nadin Amizah
- Melangkah Sendiri, Merdeka Sepenuhnya: Kenapa Perempuan Pilih Solo Traveling?
- Koneksi Bukan Kompetisi: The Real Power of Women Supporting Women
- Kapan Nikah? Nggak Perlu Baper, Ini Cara Elegan Hadapi Pertanyaan Sensitif
- Tips Psikologis Jalani Idulfitri Lebih Tenang dan Bermakna