trending

Polemik Zakat untuk Makan Bergizi Gratis: Memang Dana Umat Boleh Biayai Program Pemerintah?

Ketua DPD Sultan B. Najamudin mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan pembiayaan program MBG melalui dana ZIS dan menyebut masyarakat Indonesia dikenal memiliki sifat gotong royong dan kedermawanan yang tinggi.

Risna Halidi
Kamis, 16 Januari 2025 | 17:05 WIB

Usulan tentang penggunaan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis atau MBG, memicu perdebatan di berbagai kalangan.

Belum lama ini, Ketua DPD Sultan B. Najamudin mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan pembiayaan program MBG melalui dana ZIS dan menyebut masyarakat Indonesia dikenal memiliki sifat gotong royong dan kedermawanan yang tinggi.

"Saya melihat bahwa DNA masyarakat Indonesia itu dermawan dan memiliki semangat gotong royong. Jadi, mengapa tidak kita manfaatkan potensi ini untuk mendukung program yang baik seperti ini?" ujar Sultan dilansir Dewiku dari Suara.com, Kamis (16/1/2025). 

Selain nilai kegotongroyongan, dia memandang bahwa pembiayaan program MBG melalui zakat juga dapat membantu meringankan pemerintah untuk mencukupi besaran anggaran program tersebut.

Menanggapi usulan itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan usulan itu perlu lebih dulu dikonsultasikan kepada sejumlah pihak, salah satunya ke kalangan ulama. 

Baca Juga: Perayaan Mati Rasa: Menghadapi Kehilangan dan Menerima Kenyataan

Dia juga menyebut bahwa dana zakat sebenarnya sudah ada peruntukannya sendiri. Sehingga, perlu ada pembahasan lebih rinci apabila ditambah penggunaannya untuk MBG. 

"Saya belum bisa jawab, karena penggunaan dana zakat itu sudah diatur sendiri. Sebelum jawab, saya musti konsultasi ke majelis ulama dan lainnya untuk menjawabnya, bukan melaksanakannya ya," kata Dasco. 

Usulan ini memang memunculkan beragam reaksi di kalangan masyarakat. Ada yang melihatnya sebagai solusi untuk memastikan akses makanan bergizi bagi keluarga kurang mampu.

Sementara di sisi lain, ada yang khawatir akan potensi penyalahgunaan dana tersebut atau ketidaksesuaian dengan ketentuan agama.

Kepada Dewiku, Guru Besar Pesantren Darul Muta’alimin, Yadi, mengaku tak setuju dengan usulan tersebut. Menurutnya, zakat harus diperuntukkan bagi fakir miskin.

“Gak setuju, karena dana zakat seharusnya dialokasikan langsung kepada penerima yang berhak, seperti fakir miskin, dan bukan untuk program-program yang sifatnya umum seperti ini," ungkap Yadi kepada Dewiku, Kamis (16/1).

Program Makan Bergizi Gratis (Suara.com)

Ia khawatir jika dana zakat digunakan untuk program semacam ini, akan ada penyalahgunaan dan pengalihan fokus dari tujuan utama zakat, yang seharusnya langsung membantu individu yang sangat membutuhkan. 

“Pemerintah bisa mencari cara lain, misalnya dari pajak atau sumbangan swasta, lebih fleksibel dan nggak melanggar aturan dalam pengelolaan dana zakat, terus agar dana zakat tetap digunakan untuk tujuan utama sesuai dengan prinsip agama,” ujarnya. 

Senada dengan itu, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, M Sarmuji menilai usulan ini harus dilakukan dengan hati-hati. Menurutnya masayrakat yang berkemampuan lebih dapat  memberikan bantuan pembiayaan program ini, ketimbang harus menggunakan dana zakat. 

Sarmuji juga mengatakan bahwa zakat harus dikelola secara lebih hati-hati karena peruntukan zakat sudah memiliki ketentuannya.

"Masyarakat bisa saja ambil bagian dalam program makan bergizi gratis. Terutama mereka yang memiliki kemampuan lebih," kata Sarmuji dilansir Dewiku dari Suara.com, Rabu (15/1/).

Baca Juga: Jarang Disorot, Begini Dampak Poligami terhadap Kesejahteraan Emosional Anak

Penulis: Humaira Ratu Nugraha

trending

Sebuah Rujukan: Cara Menghabiskan Malam Tahun Baru Sendirian

Malam tahun baru identik dengan perayaan meriah yang dihiasi kembang api, atau sekadar berkumpul bersama teman dan keluarga.

trending

Lebih dari Sekadar Tren Estetik, Sad Beige Parenting Bisa Bikin Anak Merasa Sedih?

Media sosial kembali menciptakan istilah baru, yaitu sad beige parenting. Secara harfiah, istilah ini dapat diartikan sebagai pola pengasuhan yang menyedihkan.

trending

Mengapa Membuat Resolusi Tahun Baru Penting, Meski Seringkali Tak Pernah Terwujud

Bahkan, meski resolusi tahun barumu menguap begitu saja di beberapa bulan pertama, membuat dan memilikinya tetaplah penting.

trending

Brain Rot Dinobatkan Jadi Oxford Word of the Year 2024: Mengungkap Fenomena Kemerosotan Mental di Era Digital

Oxford University Press baru saja mengumumkan Word of the Year 2024, dan pilihan tersebut jatuh pada brain rot.

trending

Di Balik Tren Fashion: Warna Pastel dan Artinya

Warna-warna pastel memiliki intensitas warna yang lebih lembut dan tidak setajam warna-warna primer atau sekunder.

trending

NewJeans vs Stereotip Gender dan Kelas Pekerja ala Korea Selatan

Beberapa waktu terakhir, NewJeans mendapatkan pujian luas atas aksi dan pesan-pesan mereka yang mendukung kesetaraan gender di sana.