Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Di tengah hiruk pikuk kota Surabaya, sebuah inisiatif bernama "Kopi Tutur Rasa" hadir sebagai jembatan kesetaraan antara komunitas tuli dan masyarakat umum.
Program yang diusung oleh Midtown Hotel Indonesia ini tidak sekadar berbicara tentang kopi, tetapi juga tentang pemberdayaan dan perubahan perspektif masyarakat terhadap komunitas tuli.
"Bukan anda (teman tuli) yang mengikuti (memahami) kami, namun kami yang harus menyesuaikan diri kepada anda sekalian," ungkap Donny Robert Manuarva, General Manager Midtown Hotel Indonesia, saat memberikan pembekalan kepada calon barista di penghujung 2024 lalu.
Pernyataan ini rupanya menjadi pondasi penting yang menunjukkan komitmen program dalam membangun lingkungan kerja yang inklusif.
Baca Juga
-
Soal Kampus Boleh Kelola Tambang, Demi Inovasi atau Cuan?
-
Heboh Lavender Marriage: Alasan Orang Memilih Menjalani Pernikahan Ini
-
Hoe Phase: Kebebasan atau Perangkap Standar Ganda?
-
Menyelami Derita Budak Nusantara di Tanah Asing dalam Novel Mountains More Ancient
-
Induksi Laktasi, Pilihan untuk Ibu Adopsi yang Ingin MengASIhi
-
Mengenal Skin Elixir, Skincare dengan Manfaat yang Melebihi Serum untuk Atasi Beragam Permasalahan Kulit
Crown Prince Hotel, sebagai salah satu unit Midtown Hotel Indonesia, menjadi tuan rumah program pelatihan tersebut.
"Kami yakin akan ada buah hasil yang luar biasa dari program ini, terlebih untuk masyarakat," ujar Human Resources Manager Crown Prince Hotel, Lely, dari siaran pers yang diterima Dewiku, Rabu (22/1/2025).
Ia juga menegaskan bahwa hotel telah menyiapkan ruang dan waktu bagi para peserta pelatihan untuk berkarya.
Mengubah Perspektif Masyarakat
Dalam pelaksanaan program tersebut, Wawan, pendamping komunitas TIBA (Tuli, Bahasa Isyarat Indonesia dan Aksebilitas) dan TATULI (Cerita Teman Tuli), memberikan perspektif baru tentang pemaknaan kata "tuli" dan "tunarungu".
Menurutnya, tunarungu adalah kondisi medis yang tidak dapat dihindari, sedangkan tuli memiliki makna yang lebih luas – bukan sekadar keterbatasan, melainkan suatu kebanggaan dan kekuatan.
"Tolong jangan kasihani kami, karena kami dapat melakukan apa saja seperti orang yang dapat mendengar, kecuali mendengar," ungkap Wawan melalui bahasa isyarat dengan ekspresi yang penuh makna.
Pernyataan tersebut menjadi refleksi penting bagi masyarakat dalam memahami kesetaraan.
Kreativitas dalam Secangkir Kopi
Sejak diluncurkan pada Agustus 2024, program Kopi Tutur Rasa telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Lima bulan berjalannya program ini ditandai dengan antusiasme luar biasa, baik dari komunitas tuli, manajemen internal, maupun masyarakat umum.
Program Kopi Tutur Rasa bukan sekadar tentang menciptakan lapangan kerja baru bagi komunitas tuli. Lebih dari itu, program ini menjadi katalis perubahan cara pandang masyarakat terhadap kemampuan dan potensi komunitas tuli.
Melalui secangkir kopi, program ini membuktikan bahwa kesetaraan dan inklusivitas bukan sekadar wacana, melainkan realitas yang dapat diwujudkan dengan komitmen bersama.
Penulis: Nurul Lutfia Maryadi
Terkini
- Sextortion dan Sexploitation: Ketika Privasi Jadi Senjata Pemerasan di Era Digital
- Wifey Material: Ketika Perempuan Dituntut Jadi 'Istri Idaman'
- Nyaman dengan Diri Sendiri Berawal dari Perawatan Tepat Area Kewanitan
- Main Character Syndrome, Ketika Perempuan Merasa Jadi Pusat Semesta
- Go & Glow Fun Run 2025: Tetap Bugar dan Glowing dengan Aktivitas Seru
- Hot Girl Walk: Ketika Perempuan Jadi Lebih Bahagia Cuma Modal Jalan Kaki
- Self Gifting: Bukan Boros, Tapi Bentuk Apresiasi pada Diri Sendiri
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
- Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
- Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental