Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Belakangan ini, istilah lavender marriage kembali ramai diperbincangkan, terutama setelah munculnya kabar perceraian seorang selebritas Tanah Air. Konsep lavender marriage sebenarnya bukanlah fenomena baru. Praktik ini sudah lama terjadi di berbagai belahan dunia dan menjadi bagian dari dinamika sosial yang kompleks.
Apa Itu Lavender Marriage?
Mengutip laman Marriage, lavender marriage adalah pernikahan yang didasarkan pada kenyamanan serta kebutuhan untuk menjaga privasi.
Ini juga merupakan istilah yang merujuk pada pernikahan yang didasarkan pada kesepakatan antara dua individu dengan orientasi seksual yang berbeda. Biasanya, salah satu pihak memiliki orientasi heteroseksual, sementara pihak lainnya memiliki orientasi homoseksual.
Baca Juga
-
Hoe Phase: Kebebasan atau Perangkap Standar Ganda?
-
Menyelami Derita Budak Nusantara di Tanah Asing dalam Novel Mountains More Ancient
-
Induksi Laktasi, Pilihan untuk Ibu Adopsi yang Ingin MengASIhi
-
Heboh Pergub Poligami: Mengapa Negara Harus Ikut Campur Dalam Urusan Rumah Tangga ASN?
-
Solidaritas Perempuan di Era Digital: Gerakan #MeToo Menggugah Kesadaran dan Menuntut Perubahan
-
Apa Itu Anticipatory Grief, Perasaan Berduka Sebelum Kehilangan
Tak jarang, pernikahan ini dilakukan sebagai upaya menyembunyikan orientasi seksual salah satu atau kedua belah pihak karena adanya tekanan sosial atau stigma yang masih kuat di masyarakat.
Mengapa Lavender Marriage Terjadi?
Ada beberapa alasan mengapa seseorang memilih untuk menjalani lavender marriage. Beberapa di antaranya adalah:
• Tekanan Sosial dan Stigma
Banyak individu dengan orientasi seksual non-heteroseksual menghadapi tekanan kuat dari keluarga maupun masyarakat agar menjalani kehidupan yang dianggap “sesuai norma.” Lavender marriage menjadi solusi bagi mereka untuk menghindari diskriminasi dan prasangka yang bisa berdampak negatif pada kehidupan pribadi maupun profesional.
Bagi sebagian orang, pernikahan ini berfungsi sebagai tameng yang memungkinkan mereka tetap menyesuaikan diri dengan ekspektasi sosial tanpa perlu membuka jati diri yang sesungguhnya. Ini juga menjadi cara untuk menjaga ketenangan hidup dan menghindari sorotan yang tidak diinginkan.
• Harapan dan Ekspektasi Keluarga
Dalam banyak budaya, terutama yang masih menjunjung tinggi nilai tradisional, menikah dan memiliki keturunan dianggap sebagai kewajiban. Lavender marriage sering kali menjadi pilihan agar tetap memenuhi harapan keluarga tanpa harus mengorbankan identitas diri sepenuhnya.
Lavender Marriage dalam Perspektif Gender dan Masyarakat
Fenomena lavender marriage sendiri mencerminkan kompleksitas hubungan antara identitas individu dan norma sosial. Dalam banyak kasus, tekanan untuk menyesuaikan diri dengan standar gender tradisional menjadi faktor utama di balik keputusan ini.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menciptakan ruang yang lebih inklusif, di mana individu bisa mengekspresikan identitas mereka tanpa rasa takut atau tekanan sosial.
Lavender marriage menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang dihadapi individu dengan orientasi seksual berbeda di masyarakat yang sarat dengan stigma.
Meskipun pernikahan ini sering kali tidak dilandasi cinta romantis, hubungan ini tetap membutuhkan komunikasi, pemahaman, dan dukungan satu sama lain.
Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan menerima, di mana setiap orang dapat menjalani hidup sesuai dengan jati dirinya tanpa perlu takut terhadap penolakan sosial.
Dan pada akhirnya, meskipun pernikahan ini dapat memberikan beberapa keuntungan, harus disadari bahwa hal ini juga dapat menimbulkan berbagai masalah di kemudian hari, seperti konflik internal hingga tekanan psikologis.
(Humaira Ratu)
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri