Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Bekerja sekaligus jalan-jalan di luar negeri adalah impian banyak anak muda Indonesia. Impian ini dapat diwujudkan melalui program Working Holiday Visa (WHV) Australia. Program yang memungkinkan pesertanya tinggal di Australia selama satu tahun dengan kesempatan untuk bekerja sekaligus liburan ini sudah dirasakan langsung oleh Ladira Tarigan.
Perempuan asal Bekasi yang telah berada di Australia sejak dua tahun lalu itu berbagi pengalamannya dalam sesi wawancara lewat IG Live bersama Dewiku, Sabtu (7/2).
Ia mengungkapkan bahwa program ini memberikan kesempatan bagi pemuda Indonesia untuk bekerja sekaligus menjelajahi Australia selama maksimal tiga tahun.
"Working Holiday Visa ini program kerja dan liburan, tapi sebenarnya lebih banyak kerjanya daripada liburannya. Ini adalah program yang legal dan ada peraturannya dari pemerintah," ujar Ladira.
Baca Juga
-
Mom Guilt, Beban Emosional Ibu Bekerja yang Sering Tak Terlihat
-
Film 1 Kakak 7 Ponakan: Realita Peran Ganda dalam Keluarga
-
Misteri Tawar-Menawar: Mengapa Perempuan Selalu Lebih Jago?
-
100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran: Hak Perempuan Masih Jadi Agenda Pinggiran?
-
Kecantikan dan Kesehatan Mental: Hubungan yang Tak Terpisahkan dalam Kehidupan Sehari-Hari
-
Tantangan Period Poverty, Ketika Perempuan Tidak Memiliki Akses Memadai Terhadap Produk Menstruasi
Persaingan Ketat untuk Mendapatkan Visa
Ladira menjelaskan bahwa proses mendapatkan visa ini cukup menantang. Salah satu tahap paling sulit adalah memperoleh SDU atau surat dukungan dari Pemerintah Indonesia.
"Sistemnya kayak war tiket konser. Kita harus pantengin website-nya Ditjen Imigrasi, karena pengumuman pembukaan SDU bisa muncul kapan saja. Dulu dalam setahun bisa dibuka empat kali, tapi sekarang hanya sekali, jadi makin ketat," katanya.
Selain SDU, calon pelamar juga harus memenuhi beberapa persyaratan penting, seperti memiliki sertifikat IELTS dengan skor minimal 4,5, paspor yang masih berlaku minimal 18 bulan, ijazah S1 atau D3, serta saldo rekening minimal 5.000 dolar Australia atau sekitar Rp50 juta.
Peluang Kerja di Australia
Ladira menjelaskan bahwa proses pengurusan WHV ini tidak memerlukan wawancara. Setelah visa diterima, pemegang WHV harus mencari pekerjaan sendiri di negara tujuan.
“Wawancara itu ada pas kita melamar pekerjaan di Australianya,” ujarnya.
Soal mencari pekerjaan, ia mengatakan bahwa pelamar harus aktif mencari sendiri melalui kenalan atau platform pencari kerja seperti Jobstreets dan Indeed.
"Banyak grup komunitas pekerja Indonesia di Australia yang sering membagikan informasi lowongan kerja. Aku sendiri dapat kerjaan dari kenalan yang sudah lebih dulu di sini," ujarnya.
Menurut Ladira, lingkungan kerja di Australia cukup berbeda dibandingkan Indonesia.
"Di sini kebanyakan kerjaan fisik. Capeknya lebih ke badan, bukan ke pikiran. Nggak ada cerita job desk satu tapi disuruh ngerjain tiga kerjaan sekaligus seperti di Indonesia," jelasnya.
Tantangan dan Culture Shock
Ladira juga berbagi pengalamannya terkait kendala bahasa dan budaya yang ia hadapi di Australia.
"Bahasa Inggris mereka cepat dan logatnya beda dari Amerika atau Inggris. Untungnya mereka cukup pengertian, kalau ngobrol sama kita, mereka pelan-pelan dan pakai kata-kata yang lebih simpel," katanya.
Ia juga menyebutkan bahwa perbedaan budaya yang paling terasa adalah soal makanan.
"Makanan di sini hambar banget! Lidah kita kan terbiasa sama rempah-rempah, jadi agak susah cari makanan yang cocok," katanya sambil tertawa.
Dengan persaingan yang semakin ketat dan tantangan yang ada, Ladira tetap menyarankan bagi mereka yang tertarik untuk tidak ragu mencoba.
"Patut di coba! Kesempatan ini bisa jadi pengalaman berharga buat masa depan," pungkas Ladira.
(Humaira Ratu)
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Mom Guilt, Beban Emosional Ibu Bekerja yang Sering Tak Terlihat