Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Anna Maria Jarvis adalah tokoh yang berjasa besar dalam memperjuangkan keberadaan Hari Ibu sebagai perayaan resmi untuk menghormati peran para ibu.
Namun, perjuangannya yang penuh semangat ini justru berakhir dengan penyesalan mendalam karena komersialisasi yang tidak sejalan dengan visinya.
Siapa Anna Jarvis?
Anna Maria Jarvis lahir pada 1 Mei 1864 di Webster, Virginia Barat, Amerika Serikat. Ia tumbuh dalam keluarga yang memandang penting peran perempuan dalam masyarakat.
Baca Juga
-
Lebih dari Sekadar Rasa, Kenapa Masakan Ibu Selalu Bikin Kangen?
-
Identik dengan Liburan, 9 Parfum Aroma Fruity Floral Ini Cocok Kamu Bawa Traveling
-
Setop Overprotektif, Anak Juga Perlu Belajar dari Kegagalan untuk Tumbuh Mandiri
-
Setiap Pilihan Hidup Layak Dihormati, Termasuk saat Memilih Childfree
-
Ide Liburan Menarik Akhir Tahun, Dinner Mewah di Hotel Tepi Danau Bisa Jadi Pilihan
-
Nimbrung Sejenak di Komunitas Baca Bareng: Ruang Hening Untuk Para Pembaca Sejati
Ibunya, Ann Reeves Jarvis, adalah aktivis sosial yang mendirikan “Mothers’ Day Work Clubs” untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan masyarakat.
Hubungan erat dengan ibunya menjadi fondasi yang membentuk pandangan Anna tentang penghormatan kepada ibu.
Setelah kematian ibunya pada 1905, Anna terinspirasi untuk menciptakan sebuah hari khusus untuk menghormati jasa para ibu. Ia percaya bahwa cinta dan pengorbanan seorang ibu sering kali diabaikan.
Anna berpendapat bahwa Hari Ibu akan menjadi momen refleksi pribadi untuk menghargai ibu melalui tindakan tulus seperti surat cinta, kunjungan, atau ungkapan rasa sayang yang sederhana.
Anna pun memulai kampanye untuk menetapkan Hari Ibu sebagai perayaan nasional dengan mengirim surat kepada politisi, pemimpin gereja, dan tokoh masyarakat.
Pada 1908, ia berhasil menyelenggarakan peringatan Hari Ibu pertama di Gereja Methodist Andrews, Grafton, Virginia Barat.
Perjuangannya membuahkan hasil pada 1914 ketika Presiden Woodrow Wilson menetapkan Hari Ibu sebagai perayaan nasional setiap Minggu kedua bulan Mei.
Dilansir dari Ripley’s Believe It or Not, Hari Ibu mendapatkan dukungan besar dari masyarakat karena dianggap memberikan penghormatan kepada ibu. Namun sayangnya, banyak pihak memanfaatkan perayaan ini untuk keuntungan ekonomi.
Anna merasa bahwa kartu ucapan, bunga, dan hadiah telah mencemari makna asli Hari Ibu. Ia melawan komersialisasi tersebut dengan berbagai kampanye dan bahkan menggugat perusahaan yang ia anggap mengeksploitasi perayaan ini.
Hari Ibu di Berbagai Negara
Hari Ibu yang Anna perjuangkan hingga kini masih dirayakan sebagai Hari Ibu Sedunia. Namun, terinspirasi dengan itu, banyak negara akhirnya memiliki Hari Ibu versinya sendiri yang lebih melokal, salah satunya Indonesia yang merayakannya di tanggal 22 Desember.
Menurut sejarah, tanggal ini dipilih untuk mengenang Kongres Perempuan Indonesia pertama pada 1928, yang menjadi tonggak awal gerakan perempuan di Indonesia.
Dampak Hari Ibu
Hari Ibu memiliki dampak besar dalam memperkuat ikatan keluarga. Momen ini memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk menunjukkan apresiasi mereka terhadap ibu secara langsung.
Selain itu, Hari Ibu juga meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran ibu dalam membangun keluarga dan masyarakat.
Sayangnya, perjuangan Anna Jarvis sering kali tereduksi oleh komersialisasi. Dilansir dari BBC, Hari Ibu yang awalnya dimaksudkan sebagai penghormatan sederhana kini banyak dipenuhi oleh iklan produk, penjualan kartu ucapan, dan bunga.
Hal ini bertentangan dengan visi Anna, yang menginginkan momen penghormatan murni tanpa campur tangan bisnis.
Meski begitu, perjalanan Anna Jarvis memperjuangkan Hari Ibu adalah kisah tentang cinta yang tulus kepada ibu, sekaligus pelajaran tentang bagaimana niat mulia dapat tergeser oleh kepentingan ekonomi.
Buat kita para anak dari seorang ibu, sudahkah kita memaknai Hari Ibu dengan sesungguhnya seperti yang diperjuangkan Anna Jarvis? Atau justru kita hanya memanfaatkannya demi kepentingan media sosial semata?
(Nurul Lutfia Maryadi)
Terkini
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif
- Koper Ringan, Gaya Baru Menjelajah Dunia Tanpa Beban
- Body Positivity vs Body Neutrality: Mana Jalan Terbaik Menerima Tubuh Apa Adanya?
- Wujud Kesetaraan di Dunia Transportasi, Kartini Masa Kini di Balik Kemudi
- Musikal untuk Perempuan: Merayakan Persahabatan Lewat Lagu Kunto Aji dan Nadin Amizah
- Melangkah Sendiri, Merdeka Sepenuhnya: Kenapa Perempuan Pilih Solo Traveling?
- Koneksi Bukan Kompetisi: The Real Power of Women Supporting Women