Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Pernahkah membayangkan bagaimana rasanya ketika rumah yang dulu penuh dengan tawa dan riuh rendah anak-anak, seiring waktu akan menjadi sunyi? Ini adalah realita yang dihadapi banyak orang tua ketika anak-anak mereka mulai tumbuh besar, dewasa, hingga memutuskan untuk hidup mandiri. Fase ini seringkali disebut sebagai empty nest syndrome atau sindrom sarang kosong.
Empty nest syndrome adalah kondisi emosional yang dialami oleh orang tua ketika anak-anak mereka meninggalkan rumah. Perasaan sedih, hampa, dan kehilangan seringkali menyertai kondisi ini. Meskipun terdengar sederhana, namun dampaknya bisa cukup signifikan bagi kesehatan mental orang tua.
Kondisi ini terjadi karena adanya perubahan peran orang tua sebagai pengasuh utama bagi anak-anaknya. Ketika anak-anak pergi, termasuk saat mereka mulai masuk sekolah, peran ini perlahan berkurang, dan orang tua mungkin merasakan perubahan dalam rutinitas sehari-hari hingga akhirnya merasa kebingungan atau kosong.
Empty Nest Syndrome Adalah Hal yang Wajar
Baca Juga
-
Stop Overthinking! Yuk, Ubah Khawatirmu dengan Afirmasi Positif!
-
Di Balik Januari yang Panjang: Fenomena Psikologis atau Sekadar Perasaan?
-
Benarkah Menangis Berjam-jam Bisa Membakar Kalori?
-
RUU PPRT: Lebih dari Dua Dekade, Masih Menjadi Jargon Politik Tanpa Aksi Nyata
-
Revenge Cheating, Kenapa Selingkuh Balas Dendam Nggak Bikin Kamu Bahagia
-
Suka Menumpuk Barang Tak Terpakai? Keterikatan Emosional yang Sulit Lepas pada Penderita Hoarding Disorder
Menurut Better Health, di antara kedua orangtua, sosok ibu adalah yang paling rentan merasakan empty nest syndrome. Hal tersebut dikarenakan ibulah yang paling banyak andil dalam hal mengurus anak-anak mereka.
Perasaan kosong ini kian terasa nyata ketika anak akhirnya beranjak dewasa. Ketika anak kuliah di luar kota atau luar negeri, kemudian menikah dan pindah rumah, ibu akan merasa seperti baru saja mengalami 'pemutusan hubungan kerja', di mana tugas terpentingnya telah selesai.
Di saat itu, ibu mungkin akan merasa tidak berharga, bingung, dan tidak yakin akan makna masa depannya.
Sebenarnya, perasaan ini sebenarnya bisa diatasi dengan adaptasi seiring berjalannya waktu. Psikolog menyarankan bahwa mungkin diperlukan waktu antara 18 bulan dan dua tahun untuk melakukan transisi yang sukses dari 'ibu' menjadi perempuan mandiri.
Selain itu, orang-orang yang merupakan orang tua penuh waktu lebih sering terkena dampak daripada orang-orang yang juga memiliki tugas lain untuk dilakukan (seperti pekerjaan berbayar).
Para orang tua ini sering kali memiliki kekhawatiran berlebih kalau anak-anaknya belum siap memikul tanggung jawab orang dewasa cenderung mengalami lebih banyak kesedihan.
Cara Mengatasi Empty Nest Syndrome
Terdapat beberapa saran yang bisa dilakukan orang tua jika mengalami stres yang signifikan akibat merasakan empty nest syndrome:
- Akui kesedihan Anda (bahkan jika Anda merasa tidak ada orang lain yang mengerti) dan biarkan diri Anda merasa sedih.
- Diskusikan pikiran, perasaan, dan rencana masa depan Anda dengan pasangan Anda.
- Carilah saran dan dukungan dari teman-teman lain yang mengerti perasaan Anda, beberapa dari mereka mungkin juga pernah mengalami sindrom sarang kosong.
- Berikan diri Anda waktu untuk beradaptasi dengan perubahan. Jangan berharap terlalu banyak dari diri Anda, terutama pada beberapa minggu atau bulan pertama.
- Kejar hobi dan minat, karena Anda memiliki lebih banyak waktu sekarang.
- Pertahankan rutinitas dan perawatan diri yang teratur, seperti mengonsumsi makanan sehat dan berolahraga secara teratur.
Empty nest syndrome adalah bagian normal dari proses tumbuh kembang keluarga. Dengan pemahaman yang baik dan dukungan yang tepat, percayalah bahwa Anda sebagai orang tua dapat mengatasi perasaan sedih dan kesepian serta menemukan kebahagiaan baru dalam fase kehidupan ini.
(Nurul Lutfia)
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri