
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Januari sering dianggap sebagai awal baru bagi banyak orang. Sebagai bulan pertama di tahun yang baru, ini menjadi momen yang tepat untuk menjalankan resolusi. Namun, tak sedikit yang merasa bahwa Januari berlangsung lebih lama dibandingkan bulan lainnya. Ternyata ada penjelasan ilmiah di balik hal tersebut.
Dilansir dari The New Statesman, fenomena ini berkaitan dengan persepsi waktu, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis dan fisiologis.
Persepsi Waktu dan Faktor Psikologis
William Skylark, seorang peneliti di Universitas Cambridge yang mempelajari persepsi waktu, menyatakan bahwa "waktu mental adalah metrik yang cukup rapuh untuk durasi fisik".
Baca Juga
-
Benarkah Menangis Berjam-jam Bisa Membakar Kalori?
-
RUU PPRT: Lebih dari Dua Dekade, Masih Menjadi Jargon Politik Tanpa Aksi Nyata
-
Revenge Cheating, Kenapa Selingkuh Balas Dendam Nggak Bikin Kamu Bahagia
-
Mengabaikan Perbedaan Usia: Mengapa Persahabatan Lintas Generasi Semakin Populer?
-
Mengenal Program Au-Pair: Bukan Kerja Tapi Menjadi Bagian Keluarga
-
Mau Kuliah atau Kerja, Apa yang Harus Dipersiapkan Saat Pindah ke Luar Negeri?
Artinya, persepsi kita terhadap lamanya waktu dapat berbeda dari durasi sebenarnya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi persepsi ini.
Misalnya, stimulan seperti kafein dapat membuat waktu terasa berlalu lebih cepat, sementara rasa takut atau kecemasan dapat memperlambat persepsi waktu. Hal ini berkaitan dengan sistem jam internal di otak kita, yang diyakini berada di striatum.
Selain itu, emosi dan tingkat keterlibatan dalam aktivitas juga mempengaruhi bagaimana kita merasakan waktu.
Aktivitas yang menyenangkan atau menantang cenderung membuat waktu terasa berlalu lebih cepat, sedangkan kebosanan atau kurangnya stimulasi dapat membuat waktu terasa berjalan lambat.
Desember adalah bulan yang penuh dengan berbagai acara dan perayaan, seperti Natal dan Tahun Baru. Bulan ini biasanya diisi dengan berbagai aktivitas sosial, liburan, dan momen-momen menyenangkan lainnya.
Setelah periode yang sibuk dan penuh kegembiraan ini, memasuki Januari yang sering kali diisi dengan kembali ke rutinitas kerja dan aktivitas sehari-hari dapat menimbulkan kontras yang signifikan.
Peralihan dari periode yang penuh kesenangan ke rutinitas yang monoton dapat membuat Januari terasa lebih lama.
Zhenguang Cai, seorang mahasiswa PhD di University College London yang meneliti persepsi waktu, menyatakan bahwa "memulai kembali kerja setelah liburan Natal dapat menyebabkan banyak kebosanan (dibandingkan dengan kesenangan selama liburan Natal), yang pada gilirannya menyebabkan kesan bahwa waktu melambat di Januari".
Hipotesis Jam Dopamin
Fenomena ini juga dapat dijelaskan oleh hipotesis jam dopamin. Dopamin adalah neurotransmitter di otak yang terkait dengan motivasi dan penghargaan.
Tingkat dopamin yang lebih tinggi dapat mempercepat jam internal kita, membuat waktu terasa berlalu lebih cepat.
Sebaliknya, ketika aktivitas menyenangkan berkurang, seperti di Januari, tingkat dopamin menurun, dan waktu terasa berjalan lebih lambat.
Kesadaran Kolektif dan Persepsi Waktu
Selain faktor-faktor di atas, kesadaran kolektif bahwa Januari adalah bulan yang panjang dapat memperkuat persepsi tersebut.
Ketika banyak orang membicarakan atau mengeluhkan lamanya Januari, kita menjadi lebih sadar akan berlalunya waktu, yang pada akhirnya membuat bulan ini terasa lebih lama.
Nah, setelah memahami alasan di balik bulan Januari yang terasa panjang, kita dapat mengatasi perasaan-perasaan negatif yang datang, dan memulai tahun baru dengan semangat yang positif.
Terkini
- Vulnerable atau Oversharing? Menakar Batas Cerita Perempuan di Dunia Maya
- Merayakan Cinta Lewat Lagu, KOSTCON 2025 Hadirkan Konser OST K-Drama Pertama dan Terbesar
- Solusi Rambut Sehat dan Berkilau dengan Naturica, Wajib Coba!
- Kamu Terlalu Mandiri: Ketika Kemandirian Perempuan Masih Dianggap Ancaman
- Support System Seumur Hidup: Bagaimana Kakak Adik Perempuan Saling Menguatkan?
- Women News Network: Menguatkan Suara Perempuan dari Aceh hingga NTT
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif