Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Terlalu gemuk dan terlalu maskulin.
Ini bukan gambaran tentang sosok seseorang, ini soal Kabinet Merah Putih bentukan Presiden Prabowo Subianto.
Terlalu gemuk karena sebelumnya hanya ada 30 kementerian dengan empat menteri kordinator di Kabinet Indonesia Maju era Jokowi. Tapi di era Prabowo, jumlahnya menggendut menjadi 48 menteri dengan tambahan 56 wakil menteri.
Dari 48 kementerian itu, hanya ada 14 perempuan dalam Kabinet Merah Putih. Lima perempuan ditempatkan sebagai menteri dan sembilan lainnya sebagai wakil menteri. Itu artinya, keterwakilan perempuan Kabinet Merah Putih hanya mencapai 13,4 persen saja.
Baca Juga
-
Jurnalis Dewiku Raih Beasiswa Liputan Proyek Infrastruktur dari 'Earth Journalism Network'
-
Swipe Right untuk Cinta: Cari Jodoh ala Milenial dan Gen Z
-
Melalui Jingle 'See You Tomoro', Maudy Ayunda Ingin Bagikan Semangat Meraih Mimpi
-
Sekolah Calon Ibu dan Ayah, Persiapkan Orang Tua Bangun Keluarga Harmonis di Masa Depan
-
Dewan Pers Soroti Gaya Pemberitaan Media yang Dianggap Diskriminatif pada Kasus Kekerasan Seksual
-
Survei: Perhiasan dan Tabungan Emas jadi Produk Investasi Favorit
Prabowo Sendiri yang Bilang: Ingin Mendorong Peran Perempuan di Pemerintahan
"Saya kira upaya-upaya kesetaraan gender sangat penting juga di bidang politik kaum perempuan mengambil peran sangat menonjol. Saya mendorong peranan itu di pemerintahan yang saya pimpin kalau terpilih," kata Prabowo Subianto dalam debat capres kelima di Jakarta, 4 Februari 2024.
Namun, pernyataan itu jauh panggang dari api. Keterwakilan perempuan dalam Kabinet Merah Putih justru alami penurunan dari pemerintahan sebelumnya (yang sebenernya sudah rendah).
Pada periode pertama yang bernama Kabinet Kerja, Jokowi menempatkan sembilan perempuan sebagai menteri dari total 34 kursi. Angka keterwakilan perempuan di Kabinet Kerja saat itu sebesar 26,4 persen.
Sedangkan di Kabinet Indonesia Maju, Jokowi menempatkan enam perempuan sebagai menteri dari total 34 kursi. Angka persentase keterwakilan perempuan di periode kedua Jokowi mengalami penurunan karena hanya sebesar 17,6 persen.
Jatah Menteri Jalur Oligarki?
Keterwakilan perempuan dalam Kabinet Merah Putih dinilai oleh Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Rizqika Arrum, menggambarkan cara pandang presiden yang maskulin dan partriarkal.
Tidak hanya angka keterwakilan perempuan yang semakin rendah, latar belakang perempuan yang menduduki jabatan menteri, menurutnya, juga lebih kepada orang-orang yang memiliki 'kedekatan dengan oligarki' atau berasal dari kalangan elite.
Padahal menurut Arrum, Prabowo sejak awal telah menggembar-gemborkan kabinet zaken atau kabinet yang menteri-menterinya dipilih berdasar latar belakang keahlian.
"Seperti yang kita ketahui, bahwa zaken kabinet relatif bebas dari kepentingan partai," kata Arrum dalam keterangannya dikutip Dewiku dari Suara.com, Jumat (01/11/2024).
Sementara itu Koordinator Tim Gender dan Politik, Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kurniawati Hastuti Dewi menilai, minimnya keterwakilan perempuan dalam kabinet tidak lepas dari faktor masih kentalnya anggapan bahwa politik sebagai ruang maskulin atau dunianya laki-laki.
Selain itu, jabatan menteri dan wakil menteri menurutnya juga erat dengan politik akomodatif. Mereka yang mendapat jabatan tersebut, acap kali merupakan orang-orang yang memiliki jasa atau terlibat dalam pemenangan presiden dan wakil presiden terpilih.
Dikutip dari Suara.com, tiga perempuan yang ditunjuk sebagai menteri di Kabinet Merah Putih merupakan pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Mereka adalah Meutya Hafid (Komdigi), Arifatul Choiri Fauzi (KemenPPPA), dan Widiyanti Putri Wardhana (Menteri Pariwisata).
Di posisi wakil menteri, ada tiga nama yang tercatat sebagai pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, yakni Christina Aryani, Dyah Dyah Roro Esti Widya Putri, dan Ratu Isyana Bagoes.
"Kenapa perempuan itu mungkin masih susah masuk di kabinet karena persoalan di kabinet ini persoalan politik ya sangat erat dengan lobi-lobi politik," kata Kurniawati kepada Suara.com, Selasa (29/10/2024).
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati menilai, pemerintahan sejauh ini hanya sebatas menempatkan perempuan pada kursi menteri yang memang 'jatahnya' perempuan, seperti Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Mike juga menyoroti soal minimnya pelibatan masyarakat sipil dalam menentukan figur yang pantas atau layak ditunjuk sebagai Menteri PPPA atau pertimbangan presiden dalam menentukan sosok Menteri PPPA. Padahal menurutnya keterlibatan masyarakat sipil sangat penting.
"Apakah orang-orang yang duduk dalam posisi tertentu memang betul-betul punya rekam jejak atau portofolio? Kan selalu utusannya atau perwakilannya adalah perwakilan partai politik koalisi atau perwakilan tim pemenangan atau mereka yang kemarin berjasa untuk memenangkan presiden dan wakil presiden," pungkasnya.
Liputan ini sudah tayang sebagai Liputan Khas Suara (LIKS) pada Kamis, 31 Oktober 2024. Sahabat Dewiku bisa membaca lebih lanjut dengan klik di sini.
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri