
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - “Anda memiliki seluruh hidup di depan Anda,” adalah kalimat yang kerap diucapkan untuk menyemangati orang dewasa muda. Namun, kenyataan tidak selalu semudah itu.
Bagi mereka yang berada di usia 20-an hingga awal 30-an, tantangan seperti ketidakpastian karier, beban utang pendidikan, serta hubungan yang berubah sering kali membuat fase ini terasa penuh tekanan.
Perasaan kehilangan arah dan tidak aman dapat muncul, dan pengalaman ini memiliki nama quarter-life crisis (QLC).
Dilansir dari Yale Medicine, Jacob Tebes, PhD, profesor psikiatri di Yale School of Medicine dan Yale Child Study Center, menjelaskan bahwa quarter-life crisis adalah respons terhadap perubahan besar dalam hidup yang sering dialami oleh orang dewasa muda.
Baca Juga
-
Menguak Kekuatan Tersembunyi di Balik Energi Feminin
-
Mengenal Floater Friend: Fenomena Pertemanan di Usia Dewasa
-
Kehadiran Kakek-Nenek Bisa Jadi Sumber Kekuatan Bagi Kesehatan Mental Ibu
-
Tak Pernah Bertengkar dengan Pasangan, Tanda Cocok atau Sinyal Bahaya?
-
Terbukti Secara Ilmiah, Ini Aroma yang Bisa Bikin Kamu Bahagia
-
Jadikan Tahun Baru Awal Baru: Begini Merancang Resolusi yang Lebih Bermakna
“Pada awal usia 20-an hingga awal 30-an, banyak orang merasa tidak siap atau bahkan terjebak dalam peran baru sebagai orang dewasa. Hal ini bisa memicu stres, kecemasan, atau bahkan depresi,” jelas Dr. Tebes.
Sama seperti krisis paruh baya, QLC seringkali muncul dari tekanan untuk membuat keputusan besar, seperti pilihan karier, hubungan, atau komitmen hidup lainnya.
Menurut Dr. Tebes, salah satu pemicu utama krisis seperempat abad inj adalah lingkungan yang semakin terhubung. Informasi yang melimpah dapat membuat seseorang meragukan pilihan hidupnya.
“Sebagian masalahnya adalah keyakinan bahwa ada pilihan ‘terbaik’ yang bisa dibuat dalam setiap aspek hidup. Namun, ini hanyalah ilusi. Tidak ada pilihan yang benar-benar sempurna. Apa yang kita lakukan setelah membuat keputusanlah yang menentukan hasil akhirnya,” tambahnya.
Dr. Tebes juga menekankan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental sebagai prioritas utama selama menghadapi fase ini. Pilihan yang baik, seperti menerapkan gaya hidup sehat dan berbicara dengan orang-orang terpercaya, dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan.
Putri Yasmin, seorang narasumber yang telah menghadapi quarter-life crisis, mengatakan mulai merasakan fase ini saat lulus kuliah.
“Pertama kali saya merasakannya saat memasuki usia 20-an. Hubungan pertemanan mulai berkurang, dan lingkungan saya berubah dibandingkan sebelumnya,” ungkapnya.
Putri juga menggambarkan rasa sepi yang muncul akibat perubahan tersebut. Faktor utamanya adalah pergeseran lingkungan, terutama dalam pertemanan, ditambah dengan tanggung jawab yang semakin banyak.
“Saya merasa harus fokus pada beberapa hal dan itu membuat saya merasa terisolasi,” tambahnya.
Untuk keluar dari fase ini, Putri mencoba berbagai langkah. Salah satunya adalah keluar dari zona nyaman dengan mencoba hal baru. Ia juga berbagi cerita dengan teman-teman dekat untuk meringankan beban pikiran.
“Saya ingin membuka usaha baru untuk menciptakan koneksi dan lingkungan baru. Harapan saya, perasaan sepi, jenuh, dan tekanan tanggung jawab yang tidak perlu akan perlahan hilang,” jelas Putri.
Pada akhirnya, quarter life crisis adalah bagian normal dari proses tumbuh dewasa. Ketidakpastian yang menyertainya dapat menjadi sumber kecemasan, namun juga dapat menjadi motivasi untuk menemukan jati diri dan tujuan hidup. Dengan sikap yang positif dan dukungan dari orang-orang terdekat, yakin saja bahwa kamu dapat melewati masa sulit ini dan keluar sebagai pribadi yang lebih baik.
(Nurul Lutfia)
Terkini
- Merayakan Cinta Lewat Lagu, KOSTCON 2025 Hadirkan Konser OST K-Drama Pertama dan Terbesar
- Solusi Rambut Sehat dan Berkilau dengan Naturica, Wajib Coba!
- Kamu Terlalu Mandiri: Ketika Kemandirian Perempuan Masih Dianggap Ancaman
- Support System Seumur Hidup: Bagaimana Kakak Adik Perempuan Saling Menguatkan?
- Women News Network: Menguatkan Suara Perempuan dari Aceh hingga NTT
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif
- Koper Ringan, Gaya Baru Menjelajah Dunia Tanpa Beban