Dewiku.com - Siapa yang tidak pernah merasakan godaan untuk berbelanja saat sedang merasa sedih atau stres? Membeli barang baru memang bisa memberikan rasa senang sesaat. Fenomena ini dikenal sebagai retail therapy.
Namun pertanyaannya, apakah retail therapy benar-benar efektif mengatasi masalah emosional atau justru menjadi jebakan konsumtif?
Retail therapy adalah kebiasaan berbelanja dengan tujuan utama memperbaiki suasana hati atau mengurangi stres. Ketika kita merasa sedih, kecewa, atau bosan, membeli sesuatu yang kita inginkan dapat memberikan rasa senang dan kepuasan sementara.
Dalam hal ini, kita bisa menyalahkan hormon endorfin sebagai salah satu pemicu kita tergoda melakukan retail therapy saat sedang sedih. Ua, karena saat berbelanja, otak kita melepaskan endorfin, hormon yang memberikan perasaan senang dan euforia.
Alasan lain, karena belanja bisa menjadi cara untuk mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang kita hadapi. Hal ini karena membeli barang baru memang diyakini bisa meningkatkan rasa percaya diri dan membuat kita merasa lebih berharga.
Meski terdengar sebagai suatu kebiasaan yang konsumtif, para ahli meyakini bahwa ada manfaat di balik retail therapy ini. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa retail therapy memiliki efek psikologis dan terapeutik yang bisa mendukung perubahan suasana hati menjadi lebih baik dan positif, baik rasa bahagia, kagum, bangga, maupun rasa syukur.
- Utang: Belanja impulsif dapat menyebabkan pengeluaran yang tidak terkendali dan menumpuk utang.
- Kecemasan: Ketika efek euforia berbelanja hilang, kita mungkin merasa bersalah atau cemas karena telah menghabiskan terlalu banyak uang.
- Ketergantungan: Belanja bisa menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan, terutama jika digunakan sebagai mekanisme koping untuk mengatasi masalah emosional.
Melihat risiko yang bisa ditimbulkan, tentu saja kita perlu mencari cara yang lebih sehat untuk mengatasi emosi negatif. Misalnya dengan melakukan olahraga yang sama-sama dapat melepaskan endorfin dan meningkatkan suasana hati. Atau, biaa juga dengan mencoba melakukan kegiatan atau hobi baru untuk membantu mengalihkan perhatian dan memberikan kepuasan.
Intinya, retail therapy diakui memang bisa memberikan efek positif dalam jangka pendek, namun tidak bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah emosional. Jika kamu sering menggunakan retail therapy untuk mengatasi stres atau kesedihan, ada baiknya mencari alternatif yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Belanja boleh saja, tetapi jangan sampai menjadi kebiasaan yang merugikan keuangan dan kesehatan mental, ya.
Baca Juga
-
Awas Terjebak Logical Fallacy: Bikin Kita Melakukan Kesalahan dalam Berpikir
-
Mengenal Skin Elixir, Skincare dengan Manfaat yang Melebihi Serum untuk Atasi Beragam Permasalahan Kulit
-
Standar Kecantikan Tak Realistis di Media Sosial, Bikin Kesehatan Mental Perempuan Terancam?
-
Apa Itu Anticipatory Grief, Perasaan Berduka Sebelum Kehilangan
-
Memahami Konsep Stress Language dan Cara-cara Menghadapinya
-
Polemik Zakat untuk Makan Bergizi Gratis: Memang Dana Umat Boleh Biayai Program Pemerintah?
Terkini
- Memilih Susu Pertumbuhan Anak: Tips untuk Orang Tua Masa Kini
- Kenapa Cewek Suka Mengingat-Ingat Kesalahan Pasangan? Ini Penjelasannya
- The Club Series: Kuas MUA Sporty-Luxury yang Bikin Makeup Auto Flawless
- Quality Time Ala Keluarga Modern: Nggak Perlu Jauh, yang Penting Bermakna
- Olahraga Makin Hits, Outfit Tetap Santun: Tren Sportwear Modest yang Lagi Naik Daun
- Ketika Kehamilan Datang Tanpa Diminta: Sunyi, Stigma, dan Ruang #SamaSamaAman yang Mesti Kita Ciptakan
- Semakin Dewasa, Circle Makin Kecil: Ternyata Ini Bukan Salah Siapa-Siapa
- Akses Layanan Kesehatan Kelas Dunia, Kini Lebih Dekat untuk Keluarga Indonesia
- Seventh Anniversary, Noera Beauty Rilis Sunscreen Physical dengan Formula Baru yang Inovatif
- Regenerative Beauty: Tren Baru yang Bikin Kulit Glowing Alami Tanpa Kesan 'Diisi'