Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Belakangan ini, kasus demonstrasi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikti) menjadi perbincangan hangat. Dilansir dari Suara.com, aksi tersebut digelar oleh para pegawai untuk menyuarakan rasa ketidakadilan akibat perlakuan tidak adil dari atasan.
Sang Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, bahkan disoraki oleh massa dan didesak untuk mundur dari jabatannya.
Para ASN menuding adanya praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang menciptakan ketidaknyamanan di lingkungan kerja.
Tidak dapat disangkal bahwa penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan kerja dapat melemahkan motivasi karyawan dan berdampak pada kesehatan mental para pekerja.
Baca Juga
-
Fragile Masculinity: Ketika Perempuan Diharapkan Pasif dan Bergantung Pada Laki-Laki
-
Satine, Perjalanan Memahami Rasa Kesepian Lewat Karya Terbaru Ika Natassa
-
Suka Menumpuk Barang Tak Terpakai? Keterikatan Emosional yang Sulit Lepas pada Penderita Hoarding Disorder
-
Survei: Banyak Gen Z Khawatir dengan Masa Depan Hingga Picu Gangguan Kesehatan Mental
-
Mau Kuliah atau Kerja, Apa yang Harus Dipersiapkan Saat Pindah ke Luar Negeri?
-
Politik, Agama, dan Pendidikan: Di Balik Kebijakan Libur Sekolah Selama Bulan Ramadan yang Batal Diterapkan
Fenomena ini menjadi bukti nyata dari dampak negatif kepemimpinan yang tidak transparan terhadap kesejahteraan pegawai.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Ilomata International Journal of Management, abuse of power di tempat kerja melibatkan manipulasi otoritas untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Pegawai yang menjadi korban penyalahgunaan kekuasaan cenderung kehilangan semangat kerja, mengalami stres emosional, dan merasa tidak nyaman di lingkungan kerja
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa dampak penyalahgunaan kekuasaan dapat dimitigasi dengan motivasi kerja yang tinggi.
Namun, dalam lingkungan yang toxic, upaya untuk meningkatkan motivasi saja tidak cukup. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah sistematis untuk menciptakan budaya kerja yang sehat.
Untuk mengatasi masalah ini, peneliti kemudian merekomendasikan beberapa solusi, antara lain:
- Pengawasan Ketat terhadap Kepemimpinan: Memastikan pemimpin bertindak adil dan bertanggung jawab.
- Sistem Penilaian Kinerja yang Objektif: Mengurangi potensi bias dalam evaluasi kinerja pegawai.
- Dialog dan Dukungan bagi Pegawai: Menyediakan saluran komunikasi aman bagi pegawai untuk melaporkan penyalahgunaan kekuasaan.
Kasus Kemendikti menjadi pengingat akan pentingnya perhatian serius terhadap isu abuse of power di tempat kerja.
Temuan penelitian Ilomata International Journal of Management juga memperkuat urgensi untuk menciptakan lingkungan kerja yang transparan, adil, dan mendukung kesejahteraan pegawai.
Budaya kerja yang sehat tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga memperkuat hubungan antara pemimpin dan pegawai, sehingga organisasi dapat berjalan lebih efektif.
(Nurul Lutfia)
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri