Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Menikah adalah momen sakral yang diimpikan oleh banyak pasangan. Namun, di balik kebahagiaan menanti hari besar, tak jarang pasangan calon pengantin dilanda kegalauan. Salah satu sumber kegalauan yang umum adalah masalah finansial dan ekspektasi orang tua yang tinggi.
Bagi sebagian besar pasangan, menikah adalah tentang menyatukan dua hati dan membangun rumah tangga bersama. Namun, bagi sebagian lainnya, pernikahan juga melibatkan ekspektasi dari keluarga besar, terutama orang tua. Tak jarang, orang tua memiliki impian tentang pernikahan anak-anak mereka, mulai dari konsep pernikahan yang mewah, adat yang harus diikuti, hingga jumlah undangan yang harus disebar.
Masalahnya, tidak semua pasangan memiliki kemampuan finansial yang sama. Ada yang memiliki budget yang cukup untuk mewujudkan impian pernikahan mereka, namun ada juga yang harus berjuang mengatur keuangan agar tetap bisa melangsungkan pernikahan. Di sinilah muncul dilema, antara mengikuti keinginan orang tua atau mengikuti kemampuan diri sendiri.
Hasil riset Populix mengungkapkan bahwa ekspektasi orang tua dan budget yang terbatas menjadi tantangan paling umum bagi pasangan milenial dan gen Z yang berencana melangkah ke jenjang selanjutnya. Fakta ini ditemukan dalam sebuah laporan terbaru bertajuk “Pre and Post Wedding: Financial Planning and Management”. Laporan tersebut merupakan penelitian lanjutan dari laporan serupa yang diterbitkan Populix Maret 2023 lalu.
Baca Juga
-
Perayaan Mati Rasa: Menghadapi Kehilangan dan Menerima Kenyataan
-
Jarang Disorot, Begini Dampak Poligami terhadap Kesejahteraan Emosional Anak
-
Tantangan Period Poverty, Ketika Perempuan Tidak Memiliki Akses Memadai Terhadap Produk Menstruasi
-
Stigma Negatif pada Tubuh Gemuk, Mengapa Kita Harus Bicara Tentang Fatphobia?
-
Dari Impulsif ke Bijak: Mengubah Perilaku Konsumtif Melalui Tantangan Menabung
-
Pengeluaran Harian dan Kemiskinan: Cukupkah Rp 21.250 per Hari untuk Hidup Layak?
Secara keseluruhan, Populix mengungkapkan lima tantangan yang dihadapi milenial dan gen Z yang saat ini sedang merencanakan pernikahan. Dimulai dari keterbatasan budget yang dialami 59% calon mempelai, kemudian ekspektasi orang tua yang dikeluhkan oleh 57% pasangan. Dilanjutkan dengan 46% responden yang mengaku mengalami kesulitan untuk mencapai kesepakatan dengan pasangannya, juga 46% yang kesulitan menemukan titik temu dengan berbagai vendor pernikahan, seperti wedding organizer, katering, juga pengelola gedung. Terakhir adalah keterbatasan waktu persiapan pernikahan yang dialami 38% calon mempelai.
Dari delapan tekanan prapernikahan sesuai pengalaman pasangan yang sudah menikah., tiga di antaranya dipengaruhi oleh keluarga. Pertama-tama adalah tekanan untuk menemukan pasangan yang sesuai dengan harapan keluarga yang dialami 37% responden. Kemudian 33% mengeluhkan adanya dorongan untuk segera menikah dari keluarga. Terakhir adalah tekanan untuk mematuhi norma atau tradisi pernikahan keluarga yang dialami 25% responden.
Kemudian ada tiga faktor yang berasal dari segi finansial maupun karir. Mulai dari tekanan untuk mapan secara finansial sebelum menikah yang diungkapkan 35% responden, tekanan untuk mengadakan pernikahan besar dan mewah oleh 16%, dan terakhir adalah tekanan untuk menyelesaikan pendidikan atau mencapai jenjang karir tertentu sebelum menikah yang dialami 12% responden.
Selain itu, lingkungan juga jadi pemicu tekanan bagi para calon mempelai. Sekitar 31% responden mengeluhkan pertanyaan terus-menerus tentang rencana pernikahan dari kerabat dan teman. Sedangkan 33% mengalami tekanan saat membandingkan diri dengan teman yang sudah menikah.
“Meskipun begitu, sebagian besar responden menanggapi berbagai tekanan sosial tersebut dengan membuat keputusan berdasarkan kesiapan diri sendiri, ketimbang tekanan dari luar. Faktor utama dalam menghadapi tekanan ini adalah kesiapan mental dan emosional, yang menunjukkan bahwa kesiapan pribadi adalah kunci bagi mereka ketika mempertimbangkan pernikahan,” pungkas Indah.
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri