Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Di era media sosial yang serba visual ini, fenomena "Main Character Syndrome" (MCS) semakin marak terjadi, terutama di kalangan perempuan. MCS adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa bahwa dirinya adalah tokoh utama dalam kehidupan mereka sendiri, seolah-olah semua orang di sekitar mereka hanyalah pemeran pendukung.
Namun, jika konsep ini dikaitkan dengan perempuan, timbul perdebatan apakah ini bentuk self-love atau justru cerminan narsistik?
Saat ini, banyak perempuan membagikan momen keseharian mereka dengan estetik yang dikurasi dengan baik, menceritakan hidup mereka seolah bagian dari sebuah narasi yang indah.
Dilansir The Guardian, tren ini dapat membantu individu membangun rasa percaya diri dan kebahagiaan.
Baca Juga
-
Hot Girl Walk: Ketika Perempuan Jadi Lebih Bahagia Cuma Modal Jalan Kaki
-
Self Gifting: Bukan Boros, Tapi Bentuk Apresiasi pada Diri Sendiri
-
Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
-
Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
-
Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
-
Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!
“Dengan melihat diri sebagai tokoh utama, banyak perempuan merasa lebih berdaya dan memiliki kendali atas hidup mereka,” tulis jurnalis teknologi Amelia Tait.
Selain itu, Dr. Ramani Durvasula, seorang psikolog klinis menambahkan seseorang yang narsistik merasa mereka ingin sekali dilihat untuk meningkatkan validasi mereka. Tetapi, hal tersebut membuat orang lain merasa tidak suka dengan perilaku tersebut.
"Orang narsis memiliki gambaran tentang bagaimana mereka ingin dilihat, dan merasa tidak mampu memenuhinya. Jadi, mereka harus menampilkan diri mereka [dengan cara tertentu], dan kemudian karena mereka berperilaku buruk untuk melakukan itu, mereka akhirnya mengalami penolakan sosial dan siklus itu terus terjadi," ujarnya dikutip BBC.
Sehingga, ketika perempuan mengadopsi mentalitas sebagai main character bisa menjadi cara untuk menegaskan eksistensi mereka dalam dunia yang sering kali mengabaikan suara perempuan.
Namun, ketika dorongan untuk menjadi pusat perhatian terlalu berlebihan, efeknya bisa merugikan diri mereka sendiri.
Jadi, MCS dapat menjadi alat untuk meningkatkan kepercayaan diri dan membangun narasi hidup yang lebih positif. Namun, perlu disadari bahwa kehidupan bukanlah film di mana hanya ada satu tokoh utama.
Perempuan bisa memanfaatkan konsep ini untuk membangun self-love tanpa terjebak dalam narsisme. Keseimbangan antara merayakan diri sendiri dan tetap memiliki empati terhadap orang lain adalah kunci agar MCS tetap menjadi fenomena yang sehat dan memberdayakan.
Kuncinya adalah keseimbangan. Menjadi “tokoh utama” dalam hidup sendiri itu baik, selama tetap sadar bahwa setiap orang juga memiliki cerita mereka sendiri yang sama pentingnya.
(Mauri Pertiwi)
Terkini
- Nyaman dengan Diri Sendiri Berawal dari Perawatan Tepat Area Kewanitan
- Go & Glow Fun Run 2025: Tetap Bugar dan Glowing dengan Aktivitas Seru
- Hot Girl Walk: Ketika Perempuan Jadi Lebih Bahagia Cuma Modal Jalan Kaki
- Self Gifting: Bukan Boros, Tapi Bentuk Apresiasi pada Diri Sendiri
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
- Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
- Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
- Zombieing: Ketika Mantan Datang Tanpa Diundang, Lebih Seram dari Ghosting!
- Rebound Relationship: Ketika Mantan Jadi Bayang-Bayang Pacar Baru
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital