
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Pernah merasa selalu ingin menyenangkan orang lain, bahkan sampai mengorbankan kebutuhan diri sendiri? Mungkin kamu terjebak dalam pola perilaku fawning. Istilah ini mungkin terdengar asing, tapi sebenarnya cukup sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Apa Itu Fawning?
Fawning adalah salah satu respons terhadap trauma atau stres, di mana seseorang berusaha menyenangkan orang lain secara berlebihan untuk menghindari konflik atau bahaya.
Istilah fawning pertama kali diperkenalkan oleh terapis Pete Walker dalam bukunya Complex PTSD: From Surviving to Thriving.
Baca Juga
-
Overparenting, Jebakan Pola Asuh Orang Tua Zaman Now: Bisa Hambat Kemandirian Anak?
-
Sextortion dan Sexploitation: Ketika Privasi Jadi Senjata Pemerasan di Era Digital
-
Wifey Material: Ketika Perempuan Dituntut Jadi 'Istri Idaman'
-
Nyaman dengan Diri Sendiri Berawal dari Perawatan Tepat Area Kewanitan
-
Hot Girl Walk: Ketika Perempuan Jadi Lebih Bahagia Cuma Modal Jalan Kaki
-
Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
Menurut Walker, fawning adalah mekanisme bertahan hidup di mana seseorang menekan kebutuhannya sendiri untuk mendapatkan penerimaan dan rasa aman.
Sedangkan melansir Psychology Today, fawning sering kali berkembang sejak kecil, terutama pada mereka yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh tuntutan emosional atau kurangnya dukungan untuk mengekspresikan kebutuhan diri sendiri.
“Orang dengan pola fawning sering kali merasa bersalah atau cemas jika mereka menolak permintaan orang lain, bahkan ketika hal itu merugikan diri mereka sendiri,” tulis Dr. Sharon Martin, seorang psikoterapis asal California.
Lalu, kenapa fawning dapat mempengaruhi perempuan?
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology juga menemukan bahwa perempuan lebih cenderung mengalami tekanan sosial untuk berperan sebagai ‘caretaker’ dibandingkan laki-laki.
Dr. Marcia Reynolds, seorang psikologi klinis mengatakan, kebiasaan fawning juga dapat menyebabkan stres berkepanjangan dan menurunkan kepercayaan diri.
“Ketika perempuan terus-menerus mengutamakan kebutuhan orang lain, mereka kehilangan kontak dengan identitas dan keinginan mereka sendiri,” ujar Dr. Reynolds, dikutip dari Forbes.
Nah, coba mulai mengenali diri sendiri dari sekarang, apakah kamu kerap melakukan fawning ini? Jika ya, coba cara berikut untuk mengatasinya:
1. Sadari Pola Perilaku
Sadari kapan kamu merasa harus mengatakan ‘ya’ padahal sebenarnya ingin mengatakan ‘tidak’, dan catatlah situasi ketika kamu mulai merasa terpaksa untuk menyenangkan orang lain.
2. Belajar Menetapkan Batasan
Menetapkan batasan adalah kunci untuk keluar dari pola fawning. Dengan mengatakan ‘tidak’ bukan berarti egois, tapi menghargai diri sendiri.
3. Kenali Diri Sendiri
Meluangkan waktu untuk mengenal diri sendiri dan kebutuhan pribadi dapat membantu seseorang keluar dari siklus fawning. Cobalah untuk menanyakan pada diri sendiri, “apa yang sebenarnya saya inginkan dalam hidup ini?”
Fawning sering kali tidak kita sadari, terutama di kalangan perempuan yang dibesarkan dalam budaya yang menuntut mereka untuk selalu menyenangkan orang lain.
Dengan kesadaran dan strategi yang tepat, perempuan dapat belajar menetapkan batasan dan mulai mengutamakan kebutuhannya sendiri tanpa merasa bersalah.
(Mauri Pertiwi)
Terkini
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif
- Koper Ringan, Gaya Baru Menjelajah Dunia Tanpa Beban
- Body Positivity vs Body Neutrality: Mana Jalan Terbaik Menerima Tubuh Apa Adanya?
- Wujud Kesetaraan di Dunia Transportasi, Kartini Masa Kini di Balik Kemudi
- Musikal untuk Perempuan: Merayakan Persahabatan Lewat Lagu Kunto Aji dan Nadin Amizah
- Melangkah Sendiri, Merdeka Sepenuhnya: Kenapa Perempuan Pilih Solo Traveling?
- Koneksi Bukan Kompetisi: The Real Power of Women Supporting Women