Rabu, 12 Februari 2025
Vania Rossa : Jum'at, 31 Januari 2025 | 19:42 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Dewiku.com - Film Home Sweet Loan menghadirkan cerita yang dekat dengan realitas kehidupan banyak perempuan pekerja kelas menengah yang menjadi sandaran ekonomi bagi keluarga. 

Kaluna, tokoh utama dalam film ini, diperankan oleh Yunita Siregar, mengilustrasikan bagaimana seorang perempuan yang juga merupakan anak bungsu harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, meskipun dirinya sendiri berada dalam kondisi yang tak jauh berbeda dengan banyak orang: penghasilan terbatas, impian besar, dan kehidupan yang serba sulit.

Kaluna adalah gambaran nyata dari seorang anak bungsu yang terbebani banyak tanggung jawab. Meskipun ia bekerja keras di kota besar seperti Jakarta, pendapatannya tak cukup untuk menutupi biaya hidup pribadi maupun keluarga. 

Di sisi lain, ia juga harus memikul kewajiban mengurus pekerjaan rumah yang seharusnya bisa dibantu oleh anggota keluarga lain, terutama kakak-kakaknya. 

Hal ini mencerminkan norma sosial yang sering kali menempatkan perempuan dalam posisi untuk bertanggung jawab atas urusan domestik, bahkan jika mereka juga bekerja di luar rumah.

Sebagai anak bungsu, Kaluna bukan hanya harus berhadapan dengan beban finansial keluarga, tetapi juga dengan ekspektasi sosial yang tak pernah memberi ruang untuk kebutuhannya sendiri. 

Keberadaan Kaluna sebagai anak bungsu tidak hanya sekadar menjadi bagian dari keluarga, tetapi juga menjadi tumpuan yang tak pernah berhenti menopang berbagai masalah keluarga.

Kehidupan Perempuan dan Harapan yang Tak Terjangkau

Dalam film ini, Home Sweet Loan menggambarkan dengan sangat jelas bagaimana peran perempuan sebagai pekerja kelas menengah dihadapkan pada realitas yang jauh dari ideal. 

Kaluna memiliki impian sederhana, yaitu memiliki rumah sendiri, tetapi realitas keuangannya memaksa impian tersebut terasa semakin menjauh. 

Keinginan untuk memiliki tempat tinggal yang tenang menjadi simbol dari kebebasan yang selalu ia idam-idamkan, namun setiap upaya yang dilakukannya untuk mewujudkan impian itu sering kali terhalang oleh tanggung jawab yang harus ia pikul untuk keluarganya.

Lebih jauh lagi, film ini juga menggambarkan bahwa beban ini sering kali dianggap sebagai bagian dari peran perempuan. 

Kaluna dipaksa untuk mengatasi segala sesuatu tanpa bisa mengandalkan keluarga besar, dan bahkan harus menghadapi kenyataan pahit bahwa impian pribadi harus sering kali ditunda demi kepentingan orang lain.

Mencari "Rumah" yang Sesungguhnya

Meskipun segala hal tampak suram dan penuh pengorbanan, Kaluna tetap berharap dan berusaha mewujudkan impian memiliki "rumah". 

Dalam konteks ini, rumah tidak hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga melambangkan tempat perlindungan, kedamaian, dan kebebasan dari beban-beban lain yang menghimpit. 

Kaluna, meskipun dikelilingi oleh masalah, terus berusaha mencari solusi yang bisa memberinya ruang untuk bernapas, meskipun segala pengorbanannya seringkali tidak dihargai oleh orang lain di sekitarnya.

Mengakui Kekuatan Perempuan dalam Beban Ganda

Film ini, dengan segala kompleksitas emosional yang ditawarkan, memberikan penghargaan terhadap perjuangan perempuan yang terjebak dalam peran ganda—sebagai anak bungsu yang selalu menjadi andalan keluarga, sekaligus sebagai individu yang berusaha membangun kehidupannya sendiri. 

Home Sweet Loan memberikan pemahaman bahwa meskipun perempuan sering terjebak dalam ekspektasi yang menguras tenaga dan pikiran mereka, mereka tetap memiliki hak untuk memiliki ruang bagi diri mereka sendiri.

Melalui kisah Kaluna, film ini menjadi cermin bagi banyak perempuan yang berada dalam posisi yang sama—mereka yang bertarung setiap hari antara menjalankan peran sebagai anggota keluarga yang bertanggung jawab dan mempertahankan impian pribadi yang sering kali terabaikan. 

Home Sweet Loan tidak hanya mengangkat isu penting tentang peran anak bungsu dalam keluarga, tetapi juga memberi pengakuan bahwa perempuan berhak untuk diperhatikan, dihargai, dan memiliki kebebasan untuk meraih impian mereka tanpa harus mengorbankan diri mereka terus-menerus. 

(Humaira Ratu)

 

BACA SELANJUTNYA

LBH APIK Jakarta Desak Pembukaan Kembali Penyelidikan Kasus Kekerasan Seksual di Kedutaan Besar