Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Media sosial sempat di hebohkan dengan video yang beredar menunjukkan siswi SMA sedang menjalani tes kehamilan di sekolah. Dalam video tersebut, para siswi terlihat mengantre untuk melakukan tes urine menggunakan test pack, lalu menyerahkan hasilnya kepada pihak sekolah.
Belakangan diketahui bahwa kejadian tersebut terjadi di SMA Sultan Baruna di Cianjur, Jawa Barat. Program siswi SMA tes kehamilan ini ternyata merupakan program tahunan sekolah tersebut. Bahkan, ada beberapa sekolah lain yang ternyata sudah menjalankan program ini juga.
Astrid Nur Alfradais, Psikolog Klinis, menyoroti bahwa tes kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan mental dan psikososial, jadi hal tersebut bisa meningkatkan kecemasan, rasa malu, dan stres pada siswi, terutama jika dilakukan tanpa persetujuan mereka.
“Rasa takut terhadap stigma sosial dapat menyebabkan mereka menarik diri dari lingkungan sosial dan akademik. Selain itu, kebijakan ini bisa memperburuk kondisi psikologis remaja kalau memang hasilnya itu positif, sehingga dapat meningkatkan risiko gangguan kecemasan dan depresi mereka,” ujar Astrid kepada Dewiku, Minggu (2/02).
Baca Juga
-
Fenomena Kelangkaan Gas Melon yang Mengusik 'Jantungnya' Rumah Tangga
-
Memahami Akar Masalah Filisida: Mengapa Orang Tua Membunuh Anak Mereka?
-
Dari Impulsif ke Bijak: Mengubah Perilaku Konsumtif Melalui Tantangan Menabung
-
Kenapa Hubungan Seks yang Terjadwal Lebih Baik Daripada yang Spontan Ketika Kamu Sudah Menikah?
-
Pengeluaran Harian dan Kemiskinan: Cukupkah Rp 21.250 per Hari untuk Hidup Layak?
-
Tabrakan Maut di Langit Washington dan Respon Trump yang Lagi-lagi Salahkan Kebijakan Inklusif
Beprotensi Melanggar Privasi
Kebijakan ini dinilai berpotensi melanggar hak privasi dan rasa aman karena mewajibkan siswa untuk mengungkapkan kondisi kesehatan mereka tanpa persetujuan penuh.
Astrid menegaskan, sekolah sebaiknya fokus pada pendidikan kesehatan reproduksi yang berbasis ilmu pengetahuan, tanpa menerapkan kebijakan yang berpotensi diskriminatif.
“Penting untuk memastikan bahwa pendekatan yang digunakan tidak berujung pada pelabelan atau stigma negatif, misalnya terhadap siswa yang hamil di luar nikah atau perempuan yang dianggap tidak menjaga kehormatan,” kata Astrid.
Pendekatan yang lebih efektif adalah menekankan edukasi tentang cara menjaga kesehatan reproduksi serta menghindari pergaulan berisiko. Selain itu, program bimbingan dan konseling perlu diperkuat agar siswa memiliki ruang aman untuk berdiskusi.
Dampak Jangka Panjang
Dampak jangka panjang dari kebijakan ini terhadap pola pikir dan hubungan sosial perempuan dapat menanamkan rasa ketidakpercayaan mereka terhadap sekolah. Padahal, seharusnya sekolah menjadi institusi yang mendukung dan melindungi mereka.
“Lebih jauh, kebijakan semacam ini dapat membuat mereka merasa bahwa tubuh dan kehidupan pribadi mereka selalu diawasi dan dikontrol, yang pada akhirnya memengaruhi cara mereka memandang institusi otoritas serta kepercayaan diri dalam mengambil keputusan,” ungkap Astrid.
Dampaknya pun bisa meluas, tidak hanya menciptakan ketidaknyamanan dalam lingkungan akademik tetapi juga dalam lingkungan profesional di masa depan.
Bahkan, ketidakpercayaan ini bisa meluas ke sektor lain, seperti layanan kesehatan, sehingga mereka menjadi enggan untuk mencari bantuan atau informasi yang seharusnya mereka perlukan.
(Nurul Lutfia)
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri